Selasa, 22 Juli 2008

Semangat perjuangan pemuda dulu dan kini.

Sejak Negara kita (Indonesia) berdiri, merdeka, tidak terlepas dari perjuangan pemuda-pemudanya. Berdirinya ’Organisasi Boedi Oetomo’, baca : budi utomo. Adalah barometer kebangkitan nasional kala itu. Pembacaan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, adalah simbol bahwa semua bentuk perjuangan bangsa tidak lepas dari pemuda. Semangat pemuda, bila di ibaratkan, bagai semangat api, yakni; panas dan menyala-nyala. Bahkan bila membaca literatur sejarah berdirinya Organisasi Boedi Oetomo, di prakarsai oleh beberapa mahasiswa STOVIA (Fakultas Kedokteran) yang notabene mereka adalah mahasiswa.

Mahasiswa dan pemuda sebagai tonggak; pelopor, simbol perjuangan, tidaklah di ukur dari ukuran kedewasaan, akan tetapi dapat terukur pada semangat, serta mampu menjalankan tanggung jawab dengan tulus dan ikhlas. Perjuangan Soekarno dan Moehammad Hatta, diawali oleh semangat kepemudaan mereka. Di bacakan teks Proklamasi 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta, karena paksaan oleh para pemuda. Maka tidaklah salah, bila Soekarno pernah berujar : “Carikan saya sepuluh orang pemuda, maka akan ku goncang dunia ini”. Eksistensi perjuangan, nilai-nilai semangat kebangsaan seperti terlahir dalam tiap-tiap jiwa pemuda-pemudinya.

Sehingga, manakala terjadi hal-hal yang mengganjal dan keliru dalam batin kemanusiannya, pemuda dan pemudilah yang akan menentang itu. Seperti RA. Kartini, berjuang mengangkat hak-hak perempuan di masanya, yang waktu itu masih berusia muda, kira-kira 17 tahun. Arah perjuangan mahasiswa dan pemuda selalu berdampak positif dan meluas. Dan manfaatnya akan dirasakan oleh semua khalayak tidak hanya pemprakarsanya akan tetapi seluruh komponen yang berada dalam tujuan misinya.

Seandainya tidak ada organisasi boedi oetomo, bisa jadi, tidak ada organisasi yang lahir dalam mempersatukan persepsi dalam hal kebangsaan. Kalau saja bukanlah Kartini, tentu perempuan-perempuan Indonesia tidaklah sehebat sekarang. Maka tidaklah berlebihan bila penulis katakan, spirit kartini tidaklah sia-sia, sebab, wanita-wanita masa kini (bukan bermaksud berpikiran feminisme) mampu menyaingi pria dalam berbagai hal keahlian dan keilmuan. Dan dari semua tulisan-tulisan kartini yang enerjik, dan bagus, orang tidak menyangka, karena beliau hanya lulusan SR (sekolah rakyat [sekarang SD] sekolah dasar).

“Jangan tanyakan apa yang sudah Negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang sudah engkau berikan bagi Negara”. Motivasi, dorongan, dan semangat perjuangan pemuda dan mahasiswa tidaklah seperti dulu. Sikap kejuangan, telah terkikis oleh hedonisme dan pandangan-pandangan individualis. Tidak banyak lagi sesosok, atau beberapa pemuda dan mahasiswa yang mampu berjuang untuk kepentingan bangsa. Semua sibuk dengan (hedonistik) kesenangannya masing-masing. Kalau pun ada, bentuk-bentuk Perjuangan pemuda dan mahasiswa kini, kurang memiliki manfaat menyeluruh dan panjang bagi masyarakat.

Perjuangan para pahlawan seharusnya di isi dengan semangat membangun. Membangun SDM, membangun bangsa, melalui sarana hasil karya-karya positif, sehingga tidak mustahil. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Dan untuk mengisi hal itu, harus dimulai saat ini dan dimulai oleh para pemuda. Untuk membuat api yang besar, harus dimulai dari membakar api yang kecil sebagai bahan awal membuat api yang besar. Dan bila memandang dari sudut filosofis, simbol dari api kecil itu ialah pemuda. Jiwa pemuda adalah kegelisahan, dan derap langkahnya adalah perubahan. Penindasan tidak selamanya menciptakan revolusi sistem pada sebuah negara, tapi banyak melahirkan pejuang-pejuang muda baru untuk melawan penindasan itu.

Tidak ada komentar: